Sabtu, 01 Desember 2012

METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QUR’AN A. Pengertian Metodologi Tafsir 1. Secara Etimologi Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method dan bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti. “ cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud ( dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya ); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan. “ 2. Secara Terminologi Metodelogi tafsir adalah ilmu tentang metode menafsirkan al-Qur’an. Metode tafsir adalah cara dalam menafsirkan al-Qur’an. 3. Perkembangan Metodelogi Tafsir Mulanya tafsir muncul hanya berupa riwayat-riwayat dari Nabi Saw., kemudian terus menerus berkembang seiring dengan kemajuan keilmuan dan peradaban islam. Kitab-kitab tafsir yang muncul sejak era klasik sampai kontemporer dari segi metodologi yang di pakai terpetakan kedalam empat jenis, tahlili, ijmali, muqarran dan maudhu’i. 4. Posisi Metodelogi Tafsir dalam ilmu Tafsir Telah disinggung bahwa metodologi tafsir merupakan bagian dari Ilmu Tafsir, atau populer disebut “ Ulum Qur’an”, namun belum dijelaskan posisinya dalam tatanan ilmu tafsir itu. Posisi tersebut harus jelas agar diketahui urgensinya. Apabila diamati secara seksama,akan tamapak kepada kita bahwa metodologi tafsir merupakan salah satu substansi yang tidak bisa terpisahkan dari ilmu tafsir. B. Pembagian Metode tafsir 1. Tafsir Analitis ( Tahlili ) a. Pengertian metode Analitis ( Tahlili ) Yang dimaksud dengan metode analitis ialah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat ditafsirkan iu serta menerangkan makna-makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut. b. Ciri-ciri metode Analitis ( Tahlili ) Dalam metode ini, biasanya para mufasir menguraikan makna yang dikandung oleh al-qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat yang lain., baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat penafsiran Nabi, sahabat, para tabi’in dan ahli tafsir Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur ( riwayat ) atau ra’y ( pemikiran ). Diantara kitab tafsir tahlili yang mngambil bentuk alma’tsur ialah jami’ al-Bayan’an Tawil a’yi al-Qur’an karangan Ibnu Jarir al-Thabari ( w. 310 H.), Ma’alim al-Tazil karangan al-Baghawi ( w. 516 ). Dan diantara kitab tafsir tahlili yang mengambil bentuk al-ra’y banyk sekali antara lain : Tafsir al-Khazin karangan al-Khazin (w. 741), Al-Kasysyaf karangan Zamakhsyari ( w. 538 H ), Tafsiral-manar karangan Muhammad Rasyid Ridha ( w 1935 H. ), dan lain-lain. Jika diperhatikan, pola penafsiran yang diterapkan oleh para pengarang kitab-kitab Tafsir yang dinukil diatas telihat dengan jelas, mereka berusaha menjelaskan makna yang terkandung didalam ayat al-qur’an secara komprehensif dan menyeluruh baik yang berbentuk al-mat’sur maupun al-ra’y. Dalam penafsiran tersebut, al-qur’an ditafsirkan ayat demi ayat dan surah demi surah secara berurutan, serta tidak ketinggalan menrangkan asbabul nuzul dari ayat-ayat yang di tafsirkan. 3 c. Kelebihan dan kekurangan metode Tahlili ( Analitis )  Kelebihan metode Tahlili : • Ruang lingkup yang luas • Memuat berbagai ide  Kekurangan metode Tahlili : • Menjadikan petunjuk al-Qur’an parsial • Melahirkan penafsiran subjektif • Masuk pemikiran israilliat 2. Metode Ijmali ( Global ) a. Pengertian Metode Ijmali Yang dimaksud metode ijmali atau global ialah menjelaskan ayat-ayat al-qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Disamping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa qur’an sendiri. Adapun kitab-kitab tafsir yang popular menggunakan metode ini diantaranya adalah Tafsir Al-jalalain karya al- Mahalli dan al-Suyuthi. b. Ciri-ciri metode ijmali Dalam sub bahasan ini sengaja tidak di bandingkan metode global dengan metode komperatif dan maudhu’i . karena sudah jelas-jelas yang terakhir ini sudah jauh sekali polanya dari metode global. Hal itu disebabkan metode komparatif didominasi oleh perbandingan, sedangkan metode tematik berangkat dari judul yang telah ditentukan. c. Kelebihan dan kekurangan metode ijmali Apa dan bagaimanpun bentuk metode pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, karena ini merupakan produk ijtihad, yakni hasil pikiran manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaraan yang luar biasa jauh dari kemampuan penalaran yang dimiliki oleh makhluk-makhluk lain., mereka tetap mempunyai kelemahan dan keterbatasan yang tidak bisa mereka hindarkan seferti adanya sifat lupa, lalai dan sebagainya. Dengan demikian, setiap produk manusia baik berbentuk fisik maupun non fisik pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan Metode ijmali : 1. Praktis dan mudah dipahami 2. Bebas dari penafsiran israiliyat 3. Akrab dengan bahasa Al-qur’an Adapun kekurang metode ijmali : 1. Menjadikan petunjuk al-qur’an bersifat parsial ( sebagian ) 2. Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai. 3. Tafsir Muqqoran ( Perbandingan ) 1. Pengertian Tafsir komparatif a. Pengertian metode Komparatif Para ahli tidak berbeda pendapat mengenai definisi metode ini. Dari berbagai literatur yang ada, dapat dirangkum bahwa yang dimaksud metode komparatif adalah : 1. Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda-beda bagi satu kasus yang sama. 2. Membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan. 3. Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian tafsir komparatif, diantaranya : • Menurut al-Farmawi, metode komparatif adalah metode penafsiran yang bersifat perbandingan dengan mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh para mufassir. Dalam hal ini, seorang mufassir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, lalu dikaji dan diteliti penafsiran para pakar tafsir menyangkut ayat-ayat tersebut dengan mengacu pada karya-karya tafsir yang mereka sajikan, apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka itutafsir bi al-ma’thur maupun tafsir bi al-ra’y. • Quraish Shihab mendefinisikan metode ini dengan definisi yang lebih spesifik dari definisi di atas, yaitu metode komparatif adalah “membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama.” Termasuk dalam obyek pembahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadith-hadith Nabi SAW., yang tampaknya bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat tapi melainkan juga memperbandinkan ayat dengan hadits serta membandingkan para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat. b. Ciri-ciri metode Komparatif Perbandingan adalah ciri utama dalam metode komparatif. Disinilah letak salah satu perbedaan prinsipal antara metode ini dengan metode-metode yang lain. Hal itu disebabkan karena yang dijadikan bahan dalam membandingkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadits adalah pendapat para ulama tersebut dan yang ketiga adalah pendapat para ulama itulah yang menjadi sasaran dalam menafsirkan. c. Luang lingkup metode komparatif 1. Perbandingan Ayat dengan Ayat 1.1. Redaksi yang berlebih dan berkurang • Menghimpun redaksi yang mirip • Perbandingan redaksi yang mirip • Analisis redaksi yang mirip • Perbandingan pendapat para mufasir 1.2. Perbedaan Ungkapan • Menghimpun redaksi yang mirip • Perbandingan redaksi yang mirip • Analisis redaksi yang mirip • Perbandingan pendapat para mufasir 2. Perbandingan Ayat dengan Hadits • Menghimpun teks ayat dan hadits • Perbandingan antara kedua teks ayat dan hadits • Perbandingan antara berbagai pendapat mufasir 3. Perbandingan pendapat mufasir Dalam metode komparatif ini, pendapat para ulama dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran diperbandingkan. Apa lagi ulama-ulama yang panatik terhadap suatu madzhab. Metode ini lah yang memperbandigkan pendapat-pendapat para mufasir dalam menafsirkan ayat demi ayat, ayat dengan hadits. 4. Metode Tematik ( Maudhu’I ) 1. Pengertian tafsir metode tematik ( Maudhu’I ) Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-buat. Arti maudhu’i yang dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul atau topik atu sektor, sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Alquran yang mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Dan bukan maudhu’i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata hadis maudhu’ yang berarti hadis yang didustakan/dipalsukan/dibuat-buat. Metode tematik adalah metode tafsir yang membahas ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayatyang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nujul, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik argument itu berasal dari al-qur’an, hadits, maupun pemikiran rasional. 2. Sejarah Tafsir Tematik Dasar-dasar tafsir maudhu’i telah dimulai oleh Nabi SAW sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-ma’sur. Seperti yang dikemukakan oleh al Farmawi bahwa semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir maudhu’i dalam bentuk awal. Tafsir-tafsir buah karya para ulama yang kita ketahui sampai sekarang ini kebanyakan masih menggunakan metode tafsir al-tahlily yaitu menafsirkan ayat-ayat Alquran dalam kitab-kitab mereka, ayat demi ayat, surat demi surat secara tertib sesuai dengan urutan adanya ayat-ayat itu dalam mushaf, tanpa memperhatikan judul/tema ayat-ayat yang ditafsirkan. Hal itu umumnya disebabkan (1) karena dahulu pada awal pertumbuhan tafsir, mereka masih belum mengambil spesialisasi dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertentu, yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan ayat-ayat al¬qur’an secara tematik/topikal atau sektoral, (2) karena mereka belum terdesak untuk mengadakan tafsir maudhu’i ini, disebabkan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang hafal seluruh ayat Alquran, dan sangat menguasai segala segi ajaran lslam sehingga mereka mampu untuk menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain yang sama-sama membicarakan judul/topik yang satu. 3. Kitab- kita Tafsir Metode Tematik Adapun kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tematik adalah : 1. Al- Insan fi Al-Qur’an, karya Mahmud al-‘Aqqad 2. Al- Marat fi Al- Qur’an, karya Mahmud al-‘Aqqad 3. Al- Riba fi Al-Qur’an, karya al-Maududi 4. Pembagian metode tafsir tematik Metode tafsir tematik terbagi kedalam dua bagian : 1. Menafsirkan dalam satu surah 2. Menafsirkan ayat-ayat yang dihimpun dari berbagai surah 5. Ciri-ciri metode tematik 1. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukh, dan sebagainya. 2. Menelusuri latar belakang turunnya ( asbab nuzul ) ayat-ayat yang telah dihimpun – ( kalau ada ) 3. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dari ayat tersebut, terutama kosakata yang menjadi permasalahan pokok dalam ayat ini. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti dhamir, dan sebagainya. 4. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun kontemporer. 5. Semua itu dikaji secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar, serta didukung oleh fakta kalau ada dan argument-argumen dari al-qur’an hadits atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan. Artinya, mufasir selalu menghindarkan dari pemikiran-pemikiran yang bersifat subjektif. Hal itu dimungkinkan bila ia membiarkan al-Qur’an membicarakan suatu kasus tanpa diintervensi oleh pihak-pihak lain di luar al-Qur’an, termasuk penafsir sendiri. 6. Kekurangan dan Kelebihan metode tematik Adapun kelebihan metode ini, diantaranya : 1. Menjawab tantangan zaman 2. Praktis dan sistematis 3. Dinamis 4. Membut pemahaman menjadi utuh Adapun kekurangan metode ini, diantaranya : 1. Memenggal ayat al-qur’an 2. Membatasi pemahaman ayat 7. Urgensi Mempelajari Metode tematik Bila dicermati, dalam metode tafsir maudhu’i akan diperoleh pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji. Dikatakan berat, karena mufassir harus mengumpulkan ayat dalam satu tema dan hal-¬hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan teruji, karena memudahkan orang dalam menghayati dan memahami ajaran Alquran, serta untuk memenuhi menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di zaman ini. Begitu pentingnya metode ini, Abdul Djalal menyebutkan faedah metode ini yaitu : 1. Akan mengetahui hubungan dan persesuaian antara beberapa ayat dalam satu judul bahasan, sehingga bisa menjelaskan arti dan maksud-maksud ayat-ayat A1-qur’an dan petunjuknya, ketinggian mutu seni, sastra dan balghahnya. 2. Akan memberikan pandangan pikiran yang sempurna, yang bisa mengetahui seluruh nash-nash Alquran mengenai topik tersebut secara sekaligus, sehingga ia bisa menguasai topik tersebut secara lengkap. 10 3. Menghindari adanya pertentangan dan menolak tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang, yang mempunyai tujuan jahat terhadapAlquran, seperti dikatakan bahwa ajara Alquran bertentangan dengan ilmu pengetahuan, 4. Lebih sesuai dengan selera zaman sekarang yang menuntut adanya penjelasan tuntutan-tuntutan Alquran yang umum bagi semua pranata kehidupan sosial dalam bentuk peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang sudah difahami, dimanfaatkan dan diamalkan, 5. Mempermudah bagi para muballigh dan penceramah serta pengajar untuk mengetahui secara sempurna berbagai macam topik dalam Alquran, 6. Akan bisa cepat sampai ke tujuan untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu topik bahasan aI-qur’an tanpa susah payah, 7. Akan menarik orang untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan isi Al¬qur’an, sehingga Insya Allah tidak ada lagi semacam kesenjangan antara ajaran-ajaran Alquran dengan pranata kehidupan mereka. 8. Silabi pelajaran tafsir di madrasah-madrasah dan silabi mata kuliah tafsir di fakultas-fakultas, bisa dijabarkan dalam buku-buku pelajaran sehingga menunjang pendidikan yang merupakan program nasional. Menurut al-Zahabi bahwa telah terjadi kesalahan pada tafsir bi al-ro’yu antara lain (1) Kecenderungan mufassir terhadap makna yang diyakininya tanpa melihat petunjuk dan penjelasan yang dikandung dalam lafaz-lafaz al¬qur’an tersebut, dan (2) Kecenderungan mufassir untuk semata-mata memperhatikan lafaz dan maknanya yang bisa difahami oleh penutur bahasa Arab tanpa memperhatiakn apa yang sebenarnya dikehendaki oleh yang berbicara dengan Alqur’an tersebut, yang dibicarakan olehNya dan konteks kalimatnya. Oleh karenanya oleh Mursi Ibrahi mmengemukakan bahwa perlunya mufassir mengumpulkan nash-nash Alquran yang berhubungan dengan judul yang dibahas. Dari sini kita melihat bahwa tafsir maudhu’i itu penting artinya. Disamping banyak faedah tafsir maudhu’i, juga terdapat kekeliruan menafsirkan Alquran yaitu karena dalam m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar