Rabu, 09 Januari 2013

FILSAFAT IKHWAN AS-SHAFA


FILSAFAT IKHWAN AS-SHAFA
A.    Latar Belakang dan Tokoh Ikhwan Ash-Shafa
Pasca wafatnya Al-Farabi, muncul sekelompok anak manusia yang menamakan dirinya Ikhwan ash-Shafa ( saudara-saudara yang mementingkan kesucian jiwa ). Kelompok ini mewariskan sebuah adikarya ensiklopedis tentang ilmu pengetahuan dan filsafat dengan judul Rasail Ikhwan ash-Shafa . karya ini berisi 50 risalah yang mengulas berbagai bidang keilmuan meliputi matematika, fisika, jiwa, metafisika dan sebagainya.[1] Sebagai kelompok rahasia, Ikhwan al-Shafa dalam merekut anggota baru dilakukan lewat hubungan perorangan dan dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya.[2]
Dalam Wikipedia disebutkan, Ikhwan as-Shafa (اخوان الصفا) berarti (Persaudaraan Kemurnian) adalah organisai rahasia yang aneh dan misterius yang terdiri dari para  filusuf Arab Muslim, yang berpusat di Basrah, Irak -yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan Abassiyah-di sekitar abad ke-10Masehi. Kelompok yang lahir di Bashrah kira-kira tahun 373H/983M ini, terkenal dengan Risalahnya, yang memuat doktrin-doktrin spiritual dan sistem filsafat mereka. Nama lengkap kelompok ini adalah Ikhwan al-Shafa wa Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd wa Abna’ al-Majd. Sebuah nama yang diusulkan untuk mereka sandang sebagaimana termaktub dalam bab ”Merpati Berkalung” dan Kalilah wa Dimnah, sebuah buku yang sangat mereka hormati. Ikhwan al-Shafa berhasil merahasiakan nama mereka secara seksama. Namun Abu Hayyan al-Tauhidi menyebutkan, sekitar tahun 373H/983M lima orang dari kelompok Ikhwan al-Shafa seperti, Abu Sulaiman Muhammad bin Ma’syar al-Busti, yang dikenal dengan al-Muqaddisi, Abu al-Hasan Ali bin Harun al-Zanjani, Abu Ahmad Muhammad al-Mihrajani, al-Aufi, dan Zaid bin Rifa’ah yang terkenal itu.[3]

Adapun identitas masing-masing anggota kelomponya tidak jelas. Ini dikarenakan mereka saling menyembunyikan identitas mereka. Untuk itu metode yang dilakukan untuk merekrut anggota baru ialah dengan cara relasi antar individu bahkan secara sembunyi-sembunyi.
B.     Karya Ikhwan Ash-Shafa
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari dirumah Zaid ibn Rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah menghasilkan 52 risalah. Jumlah rasail tersebut ada 50 risalah dengan satu ringkasan dan satu lagi ringkasan dari ringkasan. Rasail itu merupakan ensiklopedi popular tentang ilmu dan filsafat pada waktu itu.  Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang, yaitu :
1.      14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, music, geografi, teori dan praktek seni, moral dan logika.
2.      17 risalah tentang fisikadan ilmu alam, meliputi, geologi, minerologi, botani, hidup dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
3.      10 risalah tentang ilmu jiwa, meliputi metafisika madzhab Pytagoeranisme dan kebangkitan alam.
4.      11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Tuhan, keyakinan Ikhwan Ash-Shafa, kenabiaan dan keadaan-Nya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Tuhan, magic dan jimat. [4]
C.     Filsafat Ikhwan Ash-Shafa
1.      Pengetahuan, Filsafat dan Agama
a.       Pengetahuan
Ikhwan ash-Shafa membagi pengetahuan terhadap tiga kategori yaitu: sastra, sariat dan filsafat. Pengetahuan syariat merupakan pengetahuan nubuwat yang disampaikan oleh para nabi, sedangkan sastra dan filsafat merupakan hasil kreasi jiwa manusia. Bagi mereka, pengetahuan yang paling mulya itu adalah syariat, dan berikutnya adalah filsafat. Dilihat dari objek pengetahuan, pengertahuan yang paling mulia adalah pengetahuan tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Kemudian pengetahuan tentang hakikat jiwa dan hubungannya dengan raga, pelepasan dari raga, keberadaannya di alam jiwa, tentang hari kebangkitan, hari berhimpun, hari perhimpunan amal baik dan buruk, hari surga atau neraka, dan perjumpaan dengan Tuhan. 
b.      Filsafat
Bagi golongan Ikhwan al-Shafa, filsafat itu bertingkat-tingkat. Pertama-tama cinta kepada ilmu; kemudian mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia, dan yang terakhir ialah berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu. Mengenai lapangan filsafat, maka dikatakannya ada empat, yaitu matematika, logika, fisika, dan ilmu ketuhanan. Ilmu ketuhanan mempunyai bagian-bagian, yaitu:
1.      Mengetahui Tuhan;
2.      Ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat Tuhan;
3.      Ilmu kejiwaan, yaitu mengetahui roh-roh dan jiwa-jiwa, yang ada pada benda-benda langit dan benda-benda alam;
4.      Ilmu politik yang meliputi politik kenabian, politik pemerintahan, politik umum (politik kekotaan), politik khusus (politik rumah tangga), politik pribadi (akhlak);
5.      Ilmu keakhiratan, yaitu mengetahui hakikat kehidupan di hari kemudian.[5]


c.       Agama
Ikhwan al-Shafa adalah Muslim. Namun mereka memiliki interpretasi tersendiri mengenai agama pada umumnya dan tentang Islam pada khususnya. Corak Syi’ah yang amat tampak dalam kegiatan misioner memang dramatis sebab ini sangat membantu mereka menyentuh emosi massa. Secara historis, sebetulnya Ikhwan al-Shafa tidak termasuk ke dalam sekte manapun. Sebetulnya mereka hanya berupaya dengan dibantu Islam dan filsafat Yunani, untuk menanamkan doktrin spiritual yang dapat menggantikan agama-agama historis dan yang, pada waktu yang sama, dapat diterima oleh semua orang serta tidak menyinggung perasaan siapa pun.[6]
Ikhwan al-Shafa memandang agama sebagai sebuah din, yaitu kebiasaan atau kepatuhan kepada seorang pemimpin yang telah diakui. Agama sangat diperlukan sebagai sanksi sosial dalam mengatur massa, dalam mensucikan jiwa, dan dikarenakan semua manusia sebelum lahirnya pun sudah bertabiat untuk beragama dan berbuat kebajikan. Dalam pengertian ini agama adalah satu untuk semua orang dan segala bangsa.
Berkenaan dengan fakta pluralitas agama yang dibawa para nabi, Ikhwan ash-Shafa mengatakan bahwa agama para nabi tidak saling bertentangan dalam aqidah. Para nabi hanya berbeda dalam syariat ( hukum ), sebagaiman firman Allah SWT “ Dan bagi tiap-tiap umat dikalangan kaumku kamu jadikan satu syariat dan cara hidup, bagi tiap umat satu cara beribadah untuk mereka laksanakan “. Ikhwan ash-Shafa menyatakan bahwa perbedaan syari’at bukan hal yang mengkhawatirkan sebab kondisi sosio-kultural umat tidak pernah sama dari masa kemasa.[7]

2.      Tuhan dan Emanasi Alam
Seperti halnya al-Farabi, Ikhwan al-Shafa juga menganut teori emanasi dalam menggambarkan proses penciptaan alam. Namun faham emanasi mereka berbeda dengan faham emanasi al-Farabi.
 Adapun tentang ketuhanan, Ikhwan al-shafa melandasi pikirannya kepada bilangan. Menurut mereka,ilmu bilangan adalah lidah yang mempercakap tentang tauhid, al-tanzih  mediakan sifat dan tasybih serta serta dapat menolak manusia yang mengingkari keesaan Tuhan.
Berkaitan dengan penciptaan alam, pemikiran Ikhwan Ash-Shafa merupakan perpaduan antara pendapat Aristoteles, Plotinus dan Mutakalimin. Bagi Ikhwan Ash-Shafa Tuhan adalah pencipta dan mutlak Esa. Dengan kemauan sendiri Tuhan menciptakan Akal pertama dan akal aktif secara emanasi. Dengan demikian, kalau Tuhan qadim  dan baqi maka akal pertamapun demikian halnya. Pada akal pertama ini lengkap segala potensi yang akan muncul pada wujud berikutnya. Jadi, secara tidak langsung Tuhan berhubungan dengan alam materi, sehingga tauhid dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Lengkapnya rangakaian proses emanasi adalah :
1.      Akal pertama atau akal aktif
2.      Jiwa Universal
3.      Materi pertama
4.      Potensi Jiwa Universal
5.      Materi absolute atau materi kedua
6.      Alam-alam planet
7.      Anasir-anasir alam terendah, yaitu air, udara, tanah  dan api
8.      Materi gabungan, yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan
3.      Jiwa Manusia dan Hidup Sesudah Mati
Seperti halnya al-Kindi, ar-Razi, dan al-Farabi, Ikhwan al-Shafa juga memandang manusia terdiri drai dua unsure : jiwa yang bersifat imateri,dan raga yang merupakan campuran dari tanah, air, udara dan api. Dalam salah satu risalah mereka menyebutkan bahwa masuknya jiwa kedalam tubuh sebagai hukuman bagi jiwa yang telah melakukan pelanggaran ( seperti dalam kisah Nabi Adam ). Kemudian menurut Ikhwan al-Shafa kemurnia jiwa ini dijustifikasi oleh firman Tuhan. Dengan pendidikan yang benar jiwa manusia akan menjadi suci. Jiwa yang suci menurut Ikhwan al-Shafa sebagai malaikat dalam potensi.[8]

DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Amroeni . Filsafat Isla.(Jakarta : Erlangga 2012)
Dahlan,Abdul Aziz , Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Djambatan 2003)
Farrukh, Omar A. dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2004)
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)
Nasution,Hasyimsyah. Filsafat islam.(Jakarta : Gaya Media Pratama 1999)



[1] Amroeni Drajat. Filsafat Islam.(Jakarta : Erlangga 2012)h. 37
[2] Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Djambatan 2003) h. 84
[3]  Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam, (Bandung : Nuansa Cendikia 2004)h. 181
[4] Hasyimsyah Nasution. Filsafat islam.(Jakarta : Gaya Media Pratama 1999)h. 46
[5] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 8
[6] Op Cit. Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam,h. 183.
[7] Op Cit. Amroeni Drajat. Filsafat Islam.h.39
[8] Ibid. Amroeni Drajat. Filsafat Islam.h. 41-42

3 komentar:

  1. apakah Mbak ini jurusan filsafat..??

    BalasHapus
  2. Enggk ... saya jurusan Tafsir-Hadits, kebetulan saya ada mata kuliah filsafat

    BalasHapus
  3. assalamualaikum salam maha siswa mba makalahnya bagus dan trimaksih

    BalasHapus